Lompat ke isi utama

Berita

Pilkada Partisipatif

Pilkada Partisipatif

Pilkada Partisipatif

Partisipasi warga untuk mewujudkan Pilkada berintegritas-berkualitas adalah suatu keharusan sebagai bentuk tanggungjawab moralnya, jika tidak dilakukan akan memiliki konsekuensi malu sebagai warga tanpa punya kontribusi nyata dalam melahirkan pemimpin terbaik untuk mengurusi kehidupannya
-------------------------
Partisipasi adalah subtansi dari demokrasi dan pemilihan, karena ruh bawaan demokrasi dan pemilihan adalah partisipasi, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada demokrasi dan pemilihan/pemilu tanpa adanya partisipasi warga di dalamnya. Karena konsekuensi dari demokrasi yang mengandung nilai pengakuan hak dan kesetaraan setiap orang dalam bernegara mengharuskan adanya implementasi pada tatanan demokrasi-prosedural yaitu partisipasi untuk ikut memutuskan siapa wakil dan pemimpin mereka, karena dalam prosedur ini adanya legitimasi.

Dengan demikian Pilkada Partisipatif merupakan gerakan moral melibatkan warga secara aktif pada proses tahapan pemilihan kepala daerah, dengan tujuan untuk meningkatkan partisipasi disetiap tahapan, agar berjalan secara langsung, umum bebas rahasia serta jujur dan adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Partisipasi Menurut Undang-Undang
Pasal 131 undangan nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada dijelaskan tentang partisipasi, "untuk mendukung kelancaran pemilihan dapat melibatkan partisipasi masyarakat". Adapun Partisipasi itu dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan disetiap tahapan, sosialisasi, pendidikan politik bagi pemilih, survey, jejak pendapat serta hitung cepat. Hal yang sama juga dijelaskan dalam pasal 448 undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu, yaitu "pemilu dilaksanakan dengan partisipasi masyarakat".

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa partisipasi masyarakat dalam pemilihan dan pemilu merupakan bentuk partisipasi moral warga untuk negara dan kebaikan daerahnya, sebagai tanggung moral atas konsekuensi cinta tanah air. Akan tetapi tidak menjadi kewajiban prosedur yang dapat mengikat mereka seperti kewenangan atribusi oleh undang-undang pada Penyelenggara (KPU, Bawaslu dan DKPP).

Urgensi Partisipasi
Pilkada adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih gubernur dan wakil, bupati-walikota serta wakil secara demokratis dengan prinsip lansung, umum, bebas, rahasia serta jujur dan adil, agar lahirnya pemimpin berkualitas untuk pembangunan.

Dari pemaknaan ini setidaknya ada beberapa urgensi Partisipasi; pertama, bagaimana setiap warga ikut memastikan agar pilkada berjalan sesuai tahapan dan peraturan, kedua, ikut serta menyeleksi calon pemimpin pada mekanisme sosial, serta mengawal seleksi pada mekanisme administrasi partai politik. Ketiga, memastikan penyelenggara bekerja sesuai norma dan etika. Keempat, menjaga kemurnian saluran suara masyarakat dengan baik tanpa dimanipulasi oleh apapun dan siapapun. Menjaga kemurnian suara bisa lewat pendidikan politik dan dapat juga dilakukan dengan pendekatan hukum berupa informasi dan pelaporan atas dugaan pelanggaran pemilihan pada penyelenggara. Yang dikhawatirkan tanpa hadirnya partisipasi, demokrasi akan lebih mudah dimanipulasi secara langsung dan tidak langsung oleh oknum-oknum tertentu yang dapat mengendalikan, minimal pengendalian media dan opini sehingga segala informasi yang tersebar tidak lagi faktual untuk dicerna.

Bentuk Partisipasi
Penyelenggara pemilihan punya kewajiban menyelenggarakan pemilihan sesuai amanat undang-undang dan peraturan. Sementara warga punya tanggung moralnya untuk berpartisipasi, namun, jika tidak dilakukan akan mengandung konsekuensi sebatas malu sebagai warga negara yang hadir tanpa kontribusi, pengabdian dan partisipasi.

Secara moral, ada banyak bentuk partisipasi warga untuk negara dan daerahnya dalam konteks pemilihan. Menurut Melisa Estok setidaknya ada 10 Bentuk Partisipasi itu; (1) Kerjasama sosialisasi dengan penyelenggara, (2) Melaksanakan pendidikan pemilih, yaitu menyerukan untuk terdaftar dalam DPT, memfasilitasi penyebaran Visi, Misi dan program calon secara fear dan adil, serta mengawal proses penghitungan). (3) Keterlibatan Parpol membentuk pengurus dan seleksi calon, (4) Partisipasi memberikan suara, (5) Peliputan Media. (6) Memberi dukungan pada calon, (7) Mengawal penyelenggaraan Pemilu, (8) Menyampaikan pengaduan, (9) Survey, dan (10) Hitung cepat

Diantara bentuk partisipasi itu, yang lebih realistis untuk dilakukan saat ini minimal adalah, pertama: secara serius mencari sosok calon pemimpin terbaik untuk daerah sebagai tempat mereka berwakil menitipkan segala urusan yang akan diputuskan bagi kebaikan semua. Kedua, memastikan diri dan keluarga terdaftar dalam DPT, yang kemudian menggunakan hak pilih itu secara murni sesuai dengan nurani dan akal sehat. Ketiga, mengontrol penyelenggara dan bermitra dengannya untuk memberikan informasi, saran perbaikan ataupun bentuk pelaporan atas dugaan pelanggaran. Keempat, menjauhkan diri dan keluarga dari politik transaksional yaitu bentuk janji atau materi yang akan ditukar dengan suara (politik uang). Kelima, menjauhkan diri dari sikap politisasi SARA, penyebaran berita bohong dan hal lainnya yang bertentangan dengan etika dan norma. Ke-enam, warga dapat berpartisipasi masuk menjadi anggota partai politik, Tim kampanye ataupun pelaksanaan kampanye, tapi bentuk partisipasi disini harus mendorong budaya politik dan demokrasi yang berpegang teguh pada hukum dan moralitas, agar demokrasi yang berjalan saat ini terus mengalami pendewasaan.

Hemat saya, inilah bentuk partisipasi nyata tapi begitu berharga ikut mensukseskan pilkada berkualitas-berintegritas, sehingga akhirnya yang kita harapkan dari pemilihan ini dapat melahirkan pemimpin terbaik serta menjadi instrumen efektif bagi pembangunan daerah dengan tolok ukur yaitu hak pilih warga ditentukan secara cerdas dan tersalurkan secara baik, proses pemilihan berjalan secara fair bagi semua, dan pemimpin yang lahir betul-betul atas keinginan manyoritas berdasarkan pilihan murni dari nurani dan akal sehat, bukan atas pengaruh transaksi, janji, informasi-informasi yang menyesatkan sehingga dapat mengganggu akal dan kebenaran pilihan.

Oleh: Ahmad Tamimi 
(Penata Kelola Pengawasan Pemilu di Bawaslu Kota Dumai)