Lompat ke isi utama

Berita

Ketua Bawaslu Dumai Jadi Pembicara Dalam Diskusi Dumai Bersih Tanpa Money Politic

Ketua Bawaslu Dumai Jadi Pembicara Dalam Diskusi Dumai Bersih Tanpa Money Politic

Ketua Bawaslu Dumai Jadi Pembicara Dalam Diskusi Dumai Bersih Tanpa Money Politic

Dumai, dumai.bawaslu.go.id - Karang Taruna Kota Dumai yang mewadahi pengembangan para generasi muda yang berkomitmen dalam mendukung pelaksanaan Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) 2024 yang bersih, damai, aman, kondusif dan tanpa politik uang. Karang Taruna juga siap menjaga netralitas, anti kampanye hitam, ujaran kebencian dan anti politik uang. Termasuk siap mendukung penegakan hukum dalam mewujudkan pilkada yang bermartabat tanpa politik uang. Salah satunya dengan diadakannya acara diskusi publik dan deklarasi dengan tema "Dumai Bersih Tanpa Money Politik".

Acara diskusi ini di hadiri Walikota dumai yang di wakili oleh staf ahli Syawir Kasim, LAMR Dumai serta forkopimda Kota Dumai. Dan juga Ketua Bawaslu Dumai, Ketua KPU Dumai, Pihak dari Polres dan Kejaksaan Dumai dan sekaligus sebagai nara sumber dalam kegiatan diskusi publik dan deklarasi ini. Kegiatan ini di adakan di Gedung Sri Bunga (Pendopo) pada hari Jumat (20/09/2024).

Dalam sambutannya Ketua Umum Karang Taruna Dumai Muhammad Zulfan Arif menyampaikan, tema yang diangkat dalam diskusi publik ini "Dumai Bersih Tanpa Money Politik", karena politik uang merupakan momok utama dalam pemilu.

Selanjutnya dalam pemaparan materi yang di sampaikan olen Agustri, S.H.I., M.E.Sy Ketua Bawaslu Kota Dumai politik uang merupakan suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.

"Politik uang dapat merusak integritas pelaksanaan demokrasi. Masyarakat dan peserta pemilu pada pilkada juga dapat dikenai sanksi jika terbukti melakukan politik uang. Terdapat perbedaan sanksi dan yang akan dikenakan sanksi, jika terbukti melakukan politik uang pada saat Pemilu dan Pilkada. Perbedaan tersebut pada saat pemilu sanksi hanya berlaku untuk pemberi sementara  dalam Pilkada pemberi dan penerima dapat dikenai sanksi," ucapnya.

"Pada Pemilu itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sesuai dengan kapan kejadiannya, baik itu di masa kampanye, masa tenang, maupun masa pemungutan suara itu sanksi hanya berlaku untuk pemberi. Berbeda halnya dengan Pilkada diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, di pasal 187 A itu sanksinya dapat dikenakan baik itu kepada pemberi dan juga penerima," tambah Agustri.
 

Reporter : Ontuo Ikhlas