Lompat ke isi utama

Berita

Bahaya dan Sanksi Penyebar Hoax di Proses Pilkada

Bahaya dan Sanksi Penyebar Hoax di Proses Pilkada

Bahaya dan Sanksi Penyebar Hoax di Proses Pilkada
 

Pemilihan kepala daerah adalah sarana bagi masyarakat untuk memilih pemimpinnya secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil. Asas pemilihan ini dijaga dengan undang-undang dan peraturan agar memiliki kepastian, selain dengan tingkat peraturan juga oleh moralitas kita selaku warga negara, untuk bersama menjaga agar pemilihan ini benar-benar dapat menjadi saluran murni bagi masyarakat untuk memilih, tanpa diganggu oleh apapun dan siapapun, termasuk Hoax dan informasi yang mensesatkan banyak orang.

Menurut Yossi Rinaldi Koordinator Penangan Pelanggaran Bawaslu Kota Dumai, prilaku Hoax dan informasi yang mensesatkan sangat bahaya, yang jelas mengundang kebencian, merendahkan, menghina, memfitnah, menghasut, mengadu domba. Kalau dalam pilkada tujuan pelaku adalah untuk mencari keuntungan popularitas dan elektabilitas, yaitu bagaimana masyarakat mendapatkan simpati, atau salah satu Paslon yang jadi sasaran dapat direndahkan.

Sebagai gerak pencegahan, Kordiv Penanganan pelanggan ini memandang perlu menyampaikan bahaya dan Sanksi atas pembuatan ini. Dalam momentum pilkada ini menurutnya setidaknya ada dua undangan-undangan yang dapat dilanggar, yaitu undang-undang Pemilihan Kepala daerah dan undangan-undangan Informasi dan Transaksi elektronik ITE nomor 11 tahun 2008 tentang ITE sebagaimana diubah beberapakali, terakhir menjadi UU No. 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU No. 11 tahun 2024 tentang ITE.

Kategorinya pertama adalah dugaan Pelanggaran kampanye Pemilihan, yakni konten internet yang memuat larangan kampanye sesuai ketentuan pada Pasal 69 huruf b, c, d, e, f, g Undang- Undang Pemilihan, yang berbunyi: Dalam kampanye dilarang:
b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon 
Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil  Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik;

c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat;

d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau 
menganjurkan
penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik;

e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;

f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah;

g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye;

Apapun Sanksinya adalah Pasal 187 Ayat (2) UU Nomor 10 tahun 2016

2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan  larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000.00 (enam juta rupiah).

Kemudian kategori kedua yaitu Hoaks, yakni konten internet yang memuat informasi bohong terkait Pemilihan.

Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024:

“setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat”

Pasal 69 huruf c Undang Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan, berbunyi:

”dalam Kampanye dilarang: melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat.”

Beberapa pengaturan ini sekedar menjadi gambaran bagi kita semua agar senantiasa ingat bahwa dalam politik Pilkada adalah pesta ria rakyat untuk memilih pemimpinnya, maka menurut Yossi beda pilihan itu biasa karena menyamakan pilihan dengan semua adalah hal yang tak mungkin, oleh karenanya mari bersama menghargai setiap pilihan politik itu, sampaikan nantinya dibikin suara, karena dalam pilkada mengandung asas rahasianya.

Reporter: Tamimi